banner 728x250
OPINI  

Menyoal Kepedulian Terhadap Tetangga

banner 120x600
banner 468x60

OPINI—Bulan September digegerkan dengan Penemuan jasad membusuk tinggal kerangka yang diduga ibu dan anak berinisial GAH (68) dan DAW (39) di rumahnya, Perumahan Bukit Cinere, Depok, Jawa Barat. Disinyalir kematian mereka sejak sebulan sebelumnya. Hal ini terungkap setelah muncul kecurigaan warga sekitar karena penghuni rumah tidak pernah lagi terlihat beberapa waktu terakhir.

Kasus Cinere ternyata bukan kasus pertama. Sebelumnya banyak kasus serupa terjadi dimana ditemukan orang-orang yang meninggal di rumah mereka tapi diketahui berselang waktu lama setelah kematian mereka. Ini mencerminkan masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungan. Individualisme telah menjadi karakteristik masyarakat. Bahkan kepedulian dianggap sebagai campurtangan terhadap urusan orang lain. Nah, bagaimana Islam memandang kehidupan bertetangga yang sebenarnya?

banner 325x300

Islam menjadikan kepedulian terhadap tetangga sebagai akhlak yang mulia, bahkan satu keharusan/kewajiban. Rumah tangga yang aman dan damai akan mempunyai kekuatan untuk berbuat baik kepada karib kerabat dan sanak famili. Maka akan terhimpunlah suatu kekuatan besar dalam masyarakat.

Kedudukan Tetangga Bagi Seorang Muslim
Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia. Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)

Bahkan besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah ditekankan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris” (HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Bukan berarti dalam hadits ini Jibril mensyariatkan bagian harta waris untuk tetangga karena Jibril tidak memiliki hak dalam hal ini. Namun maknanya adalah beliau sampai mengira bahwa akan turun wahyu yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian waris. Ini menunjukkan betapa ditekankannya wasiat Jibril tersebut kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam” (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/177)

Allah SWT menyuruh berbuat baik kepada tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, kepada teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Tetangga dekat dan yang jauh ialah orang-orang yang berdekatan rumahnya, sering berjumpa setiap hari, bergaul setiap hari, dan tampak setiap hari keluar-masuk rumahnya. Tetapi ada pula yang mengartikan dengan hubungan kekeluargaan, dan ada pula yang mengartikan antara yang Muslim dan yang bukan Muslim.

Berbuat baik kepada tetangga adalah penting. karena pada hakikatnya tetangga itulah yang menjadi saudara dan famili. Kalau terjadi sesuatu, tetanggalah yang paling dahulu datang memberikan pertolongan, baik siang maupun malam. Saudara dan sanak famili yang berjauhan tempat tinggalnya, belum tentu dapat diharapkan dengan cepat memberikan pertolongan pada waktu diperlukan, seperti halnya tetangga. Oleh karena itu, hubungan yang baik dengan tetangga harus dijaga, jangan sampai terjadi perselisihan dan pertengkaran, walaupun tetangga itu beragama lain. Nabi Muhammad SAW pernah melayat anak tetangganya yang beragama Yahudi.

Ibnu Umar pernah menyembelih seekor kambing, lalu dia berkata kepada pembantunya, “Sudahkah engkau berikan hadiah kepada tetangga kita orang Yahudi itu?” Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Malaikat Jibril tidak henti-henti menasihati aku, (agar berbuat baik) kepada tetangga, sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberikan hak waris kepada tetangga” (Riwayat al-Bukhari dari Ibnu Umar).

Banyak hadis yang menerangkan kewajiban bertetangga secara baik di antaranya:

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbuat baik kepada tetanggannya” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Dari Jabir bin Abdullah dia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Tetangga itu ada tiga macam, tetangga yang mempunyai satu hak saja, dan ia merupakan tetangga yang haknya paling ringan. Ada tetangga yang mempunyai dua hak dan ada tetangga yang mempunyai tiga hak, inilah tetangga yang paling utama haknya.

Adapun tetangga yang hanya mempunyai satu hak saja, ialah tetangga musyrik, tidak ada hubungan darah dengan dia, dia mempunyai hak bertetangga. Adapun tetangga yang mempunyai dua hak, ialah tetangga Muslim, baginya ada hak sebagai Muslim dan hak sebagai tetangga. Tetangga yang mempunyai tiga hak ialah tetangga Muslim yang ada hubungan darahnya. Baginya ada hak sebagai tetangga, hak sebagai Muslim dan hak sebagai famili.” (Riwayat Abu Bakar al-Bazzar).

“Demi Allah, tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah, tidak beriman.” Rasulullah ditanya orang, “siapa ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Ialah orang yang kejahatannya tidak membuat aman tetangganya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Individualisme juga akan dikikis habis dalam kehidupan yang Islami. Allah Swt. berfirman:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa: 36)

Seorang muslim tidak akan dinilai baik jika tidak peduli atas apa yang menimpa tetangganya. Dalam hal ini, Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahuinya.” (HR At-Thabrani)

Kehidupan kapitalistik telah membawa dampak kerusakan bagi kehidupan. Sebaliknya, kehidupan Islami akan menjauhkan individu, keluarga, masyarakat dari kerusakan. Kehidupan kapitalistik mengerdilkan hati nurani sedangkan kehidupan Islami akan menyuburkan kasih sayang dan menyebarkan kasih Ilahi.

Bertetangga adalah bagaimana bermurah hati kepada tetangga. Jangan sampai menyakiti atau menganggu, tapi memberi bantuan dan saling tolong menolong dalam kebaikan dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat. Hal ini harus diterapkan pada tetangga kita, baik sesama muslim maupun non muslim. Demikian bagaimana Islam begitu memuliakan kehidupan bertetangga. Jika hal ini terealisasi dalam kehidupan sehari-hari, niscaya kasus-kasus seperti yang diungkapkan di awal tidak akan terjadi di sekitar kita. Wallahu a’lam.

Penulis

HERAWATI, S.Pd.,M.Pd.
(Pemerhati masalah sosial, guru SMPN 7 Sinjai

 

Tulisan ini diluar tanggung jawab redaksi

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *